5354. MAUTA : HUKUM ADAT KEBIASAAN MENYUGUHI MAKANAN SETELAH PEMAKAMAN JENAZAH

PERTANYAAN :

Assalamualaikum wr wb. Ana minta penjelasan tentang adat sebagian masyarakat yang  memberikan / menyuguhkan makanan/hidangan kepada orang-orang selepas mayit di makamkan. Apakah termasuk bid’ah sayyiah. Makasih. [Rahman Fauzi].

JAWABAN :

Wa’alaikum salam. Didaerah kami juga ada, namanya nyusul bumi, jika di niatkan shodaqoh, BOLEH. Namun tidak semua demikian, tergantung situasi kondisi juga.

ADAT TRADISI, HARUSKAH SEMUA DITINGGALKAN ?
Lain  daerah tentu lain pula tradisi dan kebiasaanya, bagaimanakah sebaiknya  sikap yang diambil oleh Umat Islam dalam menghadapi hal ini, apakah  membabat habis semua tradisi ataukah melestarikannya ?
Dalam hal ini al-Imam Ibn Muflih al-Hanbali, berkata:

وَقَالَ  ابْنُ عَقِيلٍ فِي الْفُنُونِ لَا يَنْبَغِي الْخُرُوجُ مِنْ عَادَاتِ  النَّاسِ إلَّا فِي الْحَرَامِ فَإِنَّ الرَّسُولَ تَرَكَ الْكَعْبَةَ  وَقَالَ (لَوْلَا حِدْثَانُ قَوْمِكِ الْجَاهِلِيَّةَ) وَقَالَ عُمَرُ  لَوْلَا أَنْ يُقَالَ عُمَرُ زَادَ فِي الْقُرْآنِ لَكَتَبْتُ آيَةَ  الرَّجْمِ. وَتَرَكَ أَحْمَدُ الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْمَغْرِبِ  لِإِنْكَارِ النَّاسِ لَهَا، وَذَكَرَ فِي الْفُصُولِ عَنْ الرَّكْعَتَيْنِ  قَبْلَ الْمَغْرِبِ وَفَعَلَ ذَلِكَ إمَامُنَا أَحْمَدُ ثُمَّ تَرَكَهُ  بِأَنْ قَالَ رَأَيْت النَّاسَ لَا يَعْرِفُونَهُ، وَكَرِهَ أَحْمَدُ  قَضَاءَ الْفَوَائِتِ فِي مُصَلَّى الْعِيدِ وَقَالَ: أَخَافُ أَنْ  يَقْتَدِيَ بِهِ بَعْضُ مَنْ يَرَاهُ . (ابن مفلح الحنبلي، الآداب الشرعية،  ٢/٤٧)

“Imam Ibn ‘Aqil berkata dalam kitab al-Funun,  “Tidak baik keluar dari tradisi masyarakat, kecuali tradisi yang haram,  karena Rasulullah telah membiarkan Ka’bah dan berkata, “Seandainya  kaummu tidak baru saja meninggalkan masa-masa Jahiliyah…” Sayyidina Umar  berkata: “Seandainya orang-orang tidak akan berkata, Umar menambah  al-Qur’an, aku akan menulis ayat rajam di dalamnya.” Imam Ahmad bin  Hanbal meninggalkan dua raka’at sebelum maghrib karena masyarakat  mengingkarinya. Dalam kitab al-Fushul disebutkan tentang dua raka’at  sebelum Maghrib bahwa Imam kami Ahmad bin Hanbal pada awalnya  melakukannya, namun kemudian meninggalkannya, dan beliau berkata, “Aku  melihat orang-orang tidak mengetahuinya.” Ahmad bin Hanbal juga  memakruhkan melakukan qadha’ shalat di mushalla pada waktu dilaksanakan  shalat id (hari raya). Beliau berkata, “Saya khawatir orang-orang yang  melihatnya akan ikut-ikutan melakukannya.”
(Al-Imam Ibn Muflih al-Hanbali, al-Adab al-Syar’iyyah, juz 2, hal. 47).

Dari  Qoul diatas dapat disimpulkan bahwasanya mempertahankan tradisi adalah  sesuatu yang baik,selama tradisi tersebut bukan merupakan perkara yang  melanggar Hukum Islam. Bahkan apabila melawan ataupun meninggalkan  tradisi dikhawatirkan akan timbul fitnah dan perpecahan,salah satu  contoh yang dipakai menjadi dalil dari Qoul di atas adalah Rosululloh  SAW membiarkan Ka’bah sesuai ukuran yang ada, padahal Rosululloh SAW  tahu bahwasanya waktu itu Ka’bah ukurannya lebih kecil dari Ka’bah yang  dibangun oleh Nabi Ibrohim AS, karena ketika Ka’bah Runtuh dan dibangun  oleh kaum Quraisy, ketika itu mereka sedang paceklik, sehingga Ka’bah  dibangun lebih kecil dari ukuran aslinya, setelah Rosululloh SAW  diangkat menjadi Nabi, Beliau tidak membangun ka’bah sesuai ukuran  semestinya karena khawatir melukai perasaan kaum Quraisy yang baru saja  meninggalkan masa masa jahiliyyah,kalau Ka’bah yang begitu penting saja  dibiarkan oleh Rosululloh SAW,apalagi kalau sekedar melestarikan tradisi  seperti yang kita lakukan saat ini.
http://ift.tt/2ClNqqb
Wallahu a’lam. [@santrialit].

LINK ASAL :
http://ift.tt/2C0J9EV

Subscribe to receive free email updates: